Wahyu 2:18-29
Surat kepada jemaat di Tiatira adalah surat yang paling panjang. Nampaknya jemaat ini menghadapi persoalan serius yang datangnya dari dalam, yaitu sikap toleran. Toleransi mengatakan bahwa semua pandangan sama-sama sah dan tidak ada yang mutlak. Satu-satunya yang mutlak adalah bahwa tidak ada kemutlakan. Kita harus dapat menerima segala sesuatu, kecuali sikap tidak toleran. Dengan mengorbankan kebenaran gereja tidak memiliki dasar iman yang menjadi kaidah hidup.
Sikap toleran inilah yang Yesus tegur dari jemaat Tiatira. Mereka tidak berani menolak dengan tegas terhadap masuknya pengajaran yang menyesatkan orang-orang percaya dan membiarkan perbuatan dosa di dalam jemaat (20). Pengaruh ajaran sesat melalui seorang nabiah yang djuluki wanita 'Izebel' ini, mengingatkan kita pada Perjanjian Lama, yaitu pada isteri Raja Ahab, yang memperdaya dan memengaruhi raja dan seluruh bangsa Israel untuk berpaling dari Allah Yang Hidup dengan menyembah dewa Baal dan Asyera (1Raj. 16:31-33; 2Raj. 9:22).
Kepada yang belum tersesat Yesus menasihati agar mereka tetap berpegang teguh pada kebenaran firman-Nya. Yesus berjanji bahwa mereka akan memerintah bersama-sama dengan Dia (24-29). Kepada mereka yang telah tersesat, Yesus memberikan kesempatan untuk bertobat walaupun kesempatan itu terbatas. Kepada yang tidak mau bertobat Yesus menegaskan bahwa Dia sendiri yang akan menghukumnya (21-22).
Mengajar adalah media yang memiliki pengaruh kuat. Seorang pengajar dapat mempengaruhi murid-muridnya melalui pengajaran yang benar dan sehat atau yang menyesatkan. Hal ini seharusnya mengingatkan kita akan besarnya tanggung jawab para pemimpin, terutama pemimpin rohani (lihat Luk. 6:40; Yak. 3:1). Hal ini juga mengingatkan kita untuk memastikan bahwa kehidupan dan pengajaran para pemimpin kita benar-benar sejalan dengan kebenaran Firman Tuhan. Maka sangat penting untuk mempelajari Alkitab, firman Tuhan, secara teratur.©®
Published with Blogger-droid v2.0.2
No comments:
Post a Comment